Sektor maritim sangat penting bagi keberlangsungan sebuah negara.

Pembangunan kelautan dalam lima tahun ke depan akan mendapatkan nuansa baru. Itu karena presiden terpilih dalam Pemilu 2014 kemarin memiliki visi kelautan yang sangat besar.

Hal ini berbeda dengan presiden-presiden sebelumnya, yang secara tersurat dalam visi-misinya mengusung visi pembangunan kelautan nasional dalam lima tahun ke depan.

Namun, Jokowi-JK perlu me-review kembali kebijakan-kebijakan kelautan yang dalam sepuluh tahun terakhir cenderung tidak mengalami perubahan signifikan.

Hal ini ditunjukkan dengan terus berulangnya kebijakan-kebijakan kelautan nasional yang diusung pemerintahan sejak awal Reformasi sampai periode Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid 2.

Bahkan, dalam visi-misi Jokowi-JK pun sebagian besar masih mengulang kebijakan pemerintahan sebelumnya. Artinya, belum ada terobosan baru yang akan diusung dalam pembangunan kelautan lima tahun ke depan.

Oleh karena itu, supaya tidak mengulang hal yang sama, dalam masa transisi pemerintahan KIB Jilid 2 ke pemerintahan Jokowi-JK, perlu perumusan kebijakan kelautan yang tepat dalam lima tahun ke depan.

Berdasarkan catatan penulis, sejak awal Reformasi sampai saat ini, ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian serius Jokowi-JK, dalam pembangunan kelautan nasional.

Pertama, selama ini pendekatan dalam pembangunan sektor perikanan lebih mengedepankan pendekatan peningkatan volume produksi. Jadi, berbagai program untuk mendukung hal tersebut terus dilakukan, seperti pengadaan kapal Inka Mina 30-60 GT. Namun, kebijakan peningkatan volume
produksi perikanan tersebut tidak diikuti peningkatan kualitas hasil perikanan.

Jadi, ikan-ikan hasil tangkapan nelayan banyak yang bermutu rendah karena penanganan setelah tangkapnya tidak diperhatikan secara baik.

Oleh sebab itu, pemerintah dan para nelayan sudah saatnya meninggalkan pendekatan peningkatan volume produksi ikan dan menggantinya dengan pendekatan peningkatan kualitas hasil tangkapan nelayan. Hal ini juga sejalan dengan upaya pemerintah untuk terus meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang lebih baik.

Untuk itu, diperlukan dukungan ikan-ikan hasil tangkapan yang berkualitas baik tersebut. Penulis yakin yang dibutuhkan nelayan kecil saat ini adalah bukan kapal yang besar. Akan tetapi, bagaimana mereka dapat menangkap ikan dengan kualitas yang baik dan penyediaan infrastruktur pemasaran ikan yang memadai serta menjamin kualitas ikan hasil tangkapan nelayan.

Jadi, ikan-ikan hasil tangkapan nelayan dapat terjaga kualitasnya, mulai dari awal menangkap sampai kepada konsumen akhir. Dengan adanya peningkatan kualitas hasil tangkapan nelayan, secara otomatis akan meningkatkan nilai jual hasil tangkapan nelayan. Ini jauh lebih penting daripada meningkatkan volume ikan hasil tangkapan melalui pengadaan kapal Inka Mina.

Kedua, perlu ada grand design industrialisasi perikanan yang berpihak pada pengembangan SDM di masa yang akan datang. Indonesia akan lebih maju kalau didukung SDM yang baik. SDM yang baik bisa dibentuk dengan adanya asupan gizi yang lebih baik.

Oleh karena itu, industrialisasi perikanan nasional harus dapat mendukung pengembangan SDM nasional yang lebih baik. Namun, kalau industrialisasi perikanan yang digalakkan pemerintah sejak awal Reformasi sampai saat ini, penulis khawatir SDM nasional ke depan akan semakin terpuruk.

Industrialisasi perikanan yang ada saat ini lebih mementingkan pemgembangan SDM negara lain,
dibandingkan SDM negaranya sendiri. Hal ini terbukti dengan target industrialisasi perikanan untuk mengekspor ikan-ikan kualitas baik dari Indonesia, seperti tuna, cakang, udang, ikan-ikan karang, dan ikan-ikan kualitas baik lainnya.

Sementara itu, kebutuhan konsumsi ikan dalam negeri cukup disediakan ikan asin dengan bahan baku impor dari negara lain. Pertanyaannya sekarang, ahli gizi mana yang dapat menjelaskan ikan asin dapat meningkatkan kualitas SDM nasional.

Jokowi-JK beserta jajaran kabinet yang akan mendukungnya nanti perlu mengimplementasikan undang-undang perikanan nasional secara baik dan konsisten.

Dalam Pasal 25 B Ayat (2) UU No 45/2009 tentang Perubahan UU No 31/2004 tentang Perikanan ditegaskan, pengeluaran hasil produksi usaha perikanan ke luar negeri (ekspor) dilakukan apabila produksi dan pasokan di dalam negeri telah mencukupi kebutuhan konsumsi nasional. Pasal 25 B ini jelas sangat berpihak pada kepentingan nasional. Namun, dalam implementasi di lapangan belum diikuti kebijakan yang nyata.

Hal ini terbukti dengan kebijakan industrialisasi perikanan yang lebih mementingkan kebutuhan ikan negara lain. Industrialisasi perikanan jangan hanya dipandang bagaimana meningkatkan nilai ekspor produk perikanan, tetapi perlu memiliki agenda pembangunan SDM nasional yang lebih baik. Oleh karena itu, implementasi Pasal 25 B Ayat (2) tersebut saat ini diperlukan guna meningkatkan kualitas SDM nasional.

Ketiga, perlu terus dikembangkan wirausaha-wirausaha baru berbasis sumber daya kelautan dan perikanan. Hal ini guna mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumber daya kelautan dan perikanan untuk kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan. Banyak potensi bisnis di sektor perikanan yang dapat dikembangkan secara baik. Jadi, diperlukan keberpihakan pemerintah untuk terus mendukung pengembangan SDM yang bergerak di sektor ini.

Dalam dua tahun terakhir, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikana (BPSDMKP) yang di pimpin Dr Suseno sudah menginisiasi untuk membentuk para wirausaha baru di sektor perikanan, melalui program Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan
(P2MKP).

Di beberapa wilayah yang penulis kunjungi, program tersebut berhasil mendorong kelompok atau individu yang bergerak di bidang usaha perikanan. Bahkan, sebagian besar dari yang berhasil tersebut telah dapat memanfaatkan sumber daya ikan secara utuh.

Artinya, satu ekor ikan yang diolah, tidak ada satu bagian pun yang terbuang. Mulai dari daging, kulit, kepala, dan sisik ikan semuanya dapat dimanfaatkan secara baik tanpa ada yang terbuang.

Berdasarkan hal tersebut penulis yakin pembangunan kelautan dalam lima tahun ke depan akan lebih efektif, dimulai dengan terus mengembangkan kualitas dan kuantitas SDM yang bergerak di bidang kelautan, khususnya sektor perikanan.

Tanpa adanya upaya pengembangan SDM tersebut pemerintahan Jokowi-JK akan mengalami kondisi yang sama dengan pembangunan kelautan tahun-tahun sebelumnya. Misalnya saja, kegagalan program bantuan kapal Inka Mina >30 GT oleh pemerintahan SBY disebabkan perencanaan yang tidak matang.

Pemerintah hanya memandang dengan bantuan kapal tersebut nelayan dapat meningkatkan produksi perikanannya. Namun, ternyata tidak, karena para nelayan penerima bantuan tersebut tidak diberikan pembekalan kemampuan yang memadai.

Alhasil, penulis menekankan, pembangunan kelautan lima tahun ke depan akan efektif jika dimulai dengan mengedepankan pembangunan SDM yang bergerak di bidang kelautan dan perikanan. Oleh karena itu, diperlukan keberpihakan dalam pembangunan SDM tersebut.

*Penulis adalah peneliti pada Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim.

Sumber : Sinar Harapan

Silahkan isi komentar anda di bawah ini :

komentar