Alunan Gong Gebyar atau Lalambatan memberi warna pelangi acara pembukaan kegiatan Uji Kompetensi bagi pengelola P2MKP wilayah kerja BPPP Tegal di Yogyakarta (18/11). Ratusan pasang mata peserta ujian tertuju pada sebuah pintu yang memunculkan sosok bertopeng berpakaian khas Bali. Sosok tersebut terus maju beraksi memukau penonton. Tari Topeng Tua (Bali) ini memang unik, sekilas seperti pantomim, kadang lucu, tak pelak sesekali mengundang tawa.

Penari bertopeng ini kembali mengundang decak kagum saat muncul pada acara pembukaan RAKORNAS FORKOM P2MKP di Surabaya (17/12). Didepan pejabat BPSDMP Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta ratusan peserta RAKOR dari berbagai propinsi sang penari menunjukkan kepiawaiannya melalui  Tari  Klono Topeng (Yogyakarta).  Terlihat jelas sang penari  bukan pemula, sangat profesional dan punya jam terbang tinggi.

Malam usai kegiatan Rakor, dipojok sebuah kedai kopi di jalan Tunjungan, Surabaya, Prasetya Aji Sasama, nama lengkap pria bertopeng itu, bertutur tentang perjalanan hidupnya dari panggung seni hingga kolam ikan.

Kiprah Prasetya di dunia seni tari profesional dimulai sejak hijrah dari Yogyakarta ke Jakarta tahun 1989. Selama di Jakarta Prasetya sempat beberapa kali pindah tempat. “Saya merantau ke Jakarta cuma nekat Mas, tidak punya banyak uang dan tidak ada saudara yang bakal nampung, modal saya cuma bisa begini tok” tutur Prasetya sambil memperagakan lentik jari menari. “Namun saya yakin bisa hidup di Jakarta, karena saya seniman yang bisa hidup dimana saja, lagian biasanya teman-teman seniman yang duluan ada di Jakara itu sosialnya tinggi, yo wiss aku tenang ae melenggang ke Jakarta,” tambahnya. Di Jakarta, alumni Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Jogjakarta dan Bali ini sempat tinggal di rumah seniman Sawung Jabo dibilangan pasar minggu, Jakarta Selatan.

Akivitas Prasetya di Jakata tidak keluar dari dunia Tari, disamping sebagai penari profesional di acara-acara kenegaraan di TMII dan Istana Presiden, Prasetya juga pernah mengajar tari (guru tamu) di sekolah JISS, BPK Penabur, LIA, dan Santa Ursula.  Selain tentunya berbagi ilmu di pusat seni seperti studio Asabel milik Meriam Bellina, studio Bagong Kussudiardjo dan Gelanggang remaja Jakata. Beberapa nama seniman tari tenar pun cukup akrab dengannya, sebut misalnya Retno Maruti dan Nungki Kusumastuti, “Waktu d Jakarta nama bekenku Aji,” Prasetya tertawa lebar.

Prestasi suami Tanty Agustrianawati ini juga luar biasa, tahun 1991-1992 Prasetya menyabet juara I penata tari muda (koreografer) tingkat DKI Jakarta.  Koreografer dance Meriam Bellina, Koreografer film Joshua Oh Joshua, Koreografer acara pembukaan KTT Non Blok dan banyak lagi lainnya.

Pengalaman manggung Prasetya juga sangat mengagumkan, puluhan Negara besar di empat Benua telah dia datangi, “Saya manggung diluar negeri dalam rangka pertukaran Kebudayaan dan Seni. Biasanya di satu negara paling sebentar 1 minggu, yang paling lama waktu itu manggung di Boston, Amerika, hampir tiga bulan, karena ada beberapa panggung yang harus kita isi” jelas Prasetya yang menguasai semua jenis tari Nusantara.  “Gara-gara begini tok (kembali Prasetya menggerakkan tangannya seperti menari) saya bisa masuk ke Gedung Putih loh,” canda pria berpenampilan sederhana yang pernah didaulat Bagong Kussudiardjo untuk menjadi koreogafer 1000 penari pada pembukaan Seagames ke XIV di Jakarta.

Bermula dari Galau

Kehidupan memang kadang berubah hanya karena sebuah ketidaksengajaan, begitu kira-kira yang dialami Prasetya. Hobinya memancing ternyata bisa membuat jalan hidupnya berubah 180 derajat.   “Lama-lama saya jenuh juga di Jakarta, akhrnya saya pulang kampung tahun 2001. Waktu itu saya bingung mau kerja apa? Saya hanya bisa menari dan sedikit ilmu rias penganten. Sempat ingin mendirikan usaha rias pengantin dan buka sanggar tari di kampung, tapi masih ragu. Untuk mengatasi kegalauan saya isi dengan hobi lama, mancing. Hampir tiap hari saya mancing di sungai, malah sampai ke Purworejo” tutur Prasetya mengawali perkenalannya dengan dunia perikanan.

Satu sore ditepian kali tempatnya menambatkan harapan pada joran pancing, Prasetya berhayal indah. “Enak juga ya kalo punya kolam ikan, ternak ikan, kalo mau makan ikan tinggal nyiduk. Aku harus punya kolam ikan nih,” pria bersahaja ini semangat pulang kerumah membawa mimpi indahnya.

Ngobrol dengan istri, mendapat dukungan penuh, namun Prasetya baru menyadari keadaan sesungguhnya, ”Baru sadar kalo pelihara iwak (ikan) itu harus punya kolam, punya modal buat beli ikannya, makanannya. Woong aku selama ini jual jasa tok, ga pernah mikir modal, Celokonyo duitku wis abis, tabungan hasil Jakarta wis tipis. Laaah piye toh,” selorohnya dengan logat  Yogja.

Tekad Prasetya untuk memelihara ikan tidak surut, dia langkahkan kakinya yang sudah keliling Dunia itu ke kolam-kolam ikan yang ada di Kabupaten Sleman. Cari info, ngobol-ngobrol, catat-catat, bikin oretan, keluarlah angka anggaran yang dibutuhkan, Prasetya nekat, “Yo wiss tak jual perabotan yang ada dirumah, tak jual apa yang bisa jadi duit, termasuk yang disini,” Prasetya menunjukan jari manisnya.

Jadilah Prasetya pembudidaya ikan pemula, hari-harinya dihabiskan di kolam yang dia sewa. Awalnya budidaya ikan Nila dan Bawal, periode pertama gagal alias rugi, kedua balik modal, ketiga untung tipis. “Saya baru tahu kalo pelihara ikan itu tidak gampang. Awal-awal budidaya saya jebol di pakan, wong hampir tiap jam saya kasih makan, harapan biar cepat gede dan cepat panen, ternyata ga gitu ilmune,” Prasetya berkisah. Sadar akan buta ilmu budidaya, Prasetya pun giat menuntut ilmu pada pembudidaya yang sudah sukses, dan bahkan tak tanggung tanggung, untuk mengejar ketertinggalannya Prasetya menyambangi kampus UGM, diskusi dengan para ahli perikanan termasuk guru besar UGM Profesor Kamiso Handoyo (Alm.)

“Saya ini penari Mas, awalnya banyak yang cemooh saya main ikan, apalagi beberapa kali gagal di periode awal budidaya. Tapi semua itu justru bikin saya semangat, saya jadikan cambuk buat maju. Saya pikir waktu itu kepalang basah, nyebur skalian, bondho wiss abis dijual buat tambal kerugian panen, makanya saya nekat datangi UGM, pikir saya waktu itu, saya dapat ilmu tari dari kampus, naaah saya juga mau nyari ilmu ikan dari kampus juga, disitu kan gudangnya ilmu, ternyata bener saya dilayani dengan baik, akhirnya saya jadi ngerti ilmu ikan walau tidak sehebat sarjana perikanan loh,” pria hobi bercanda ini merendah.

Prasetya tergolong pria senang tantangan, 2003 dirinya mencoba peruntungan Budidaya udang Galah, sama seperti pertama kali budidaya ikan, terseok dan nyaris bangkrut, namun keuletan dan sifat rajin belajar membuat dirinya lolos melewai berbagai fase kesulitan. Kini Prasetya sudah bisa menikmati hasilnya, modal sudah kembali, penghasilan perbulan pun lumayan besar. “Pokoknya lumayan mas, sebulan rata-rata bisa panen 100 kg,” imbuhnya.

Sang penari itu telah menjelma menjai pembudidaya ikan tangguh, sarat pengalaman, dengan ilmu cukup mumpuni. 2011 Praseya diangkat sebagai Penyuluh Perikanan Swadaya (PPS) oleh pemda Kabupaten Sleman, di tahun yang sama BPSDMP Kementerian Kelauan dan Perikanan menetapkannya sebagai pengelola Pusat Pelatihan Mandiri Kelauan dan Perikanan (P2MKP) MINA JAYA, khusus bidang Budidaya Udang Galah yang berlokasi di Ngajek Rt. 04/25 Tirtomartani, Kalasan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

“Sekarang saya bener-bener enjoy, malah saya lebih pede ngomong ikan atau udang ketimbang tarian. Yang lebih bahagia lagi saya mengenal banyak teman seprofesi, pengelola P2MKP seluruh Indonesia. Semoga kedepan perikanan Indonesia lebih maju dan pelaku usahanya sukses kabeh,” tutup Prasetya sambil mengutip ungkapan Thomas Jefferson; In this life we cannot always do great things. But we can do small things with great love. (A-Chand)

Silahkan isi komentar anda di bawah ini :

komentar